Minggu, 25 Maret 2012

pola tanam jajar legowo


PENDAHULUAN

Permintaan terhadap beras sebagai makanan utama sebagian besar penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun.
Menurut Swastika et al. (2000), proyeksi permintaan beras mengalami pening-katan dan pada tahun 2025 diperkirakan sampai 78 juta (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2002), dan defisit beras diperkirakan sebesar 13,50% per tahun apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan areal panen. Arifin et al. (2000) melaporkan bahwa jika tidak terdapat terobosan teknologi yang efisien dan efektif, maka keamanan pangan akan terganggu.
Lahan sawah merupakan andalan utama untuk menghasilkan padi, sebagai komoditas utama pendukung ketahanan pangan. Fluktuasi yang terjadi pada agroekosistem lahan sawah dalam aspek luas panen dan produktivitas, berpengaruh langsung terhadap fluktuasi perpadian. Penurunan produktivitas padi sawah per tahun selama periode 1993-2001 memperlihatkan diperlukan-nya penataan teknologi produksi yang lebih baik. Badan Litbang Pertanian (1998) melaporkan bahwa kontribusi terbesar dalam memenuhi permintaan beras melalui peningkatan produktivitas, yaitu 56,80%.
Cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan produksi padi nasional secara berkelanjutan adalah meningkatkan produktivitas melalui ketepatan pemilihan komponen teknologi dengan memperhatikan kondisi lingkungan biotik, lingkungan abiotik serta pengelolaan lahan yang optimal oleh petani termasuk pemanfaatan residu dan sumberdaya setempat yang ada (Makarim & Las, 2005). Dalam upaya pencapaian target peningkatan produksi beras 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5% per tahun hingga tahun 2009 adalah melalui penerapan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) padi sawah.
Menurut Suryana (2005), PTT merupakan pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergis dan mengedepankan partisipasi petani sejak perencanaan sampai pada pengembangan. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: 1) partisipatif; 2) dinamis; 3) spesifik lokasi; 4) keterpaduan; dan 5) sinergis antar komponen (Badan Litbang Pertanian, 2007). Sinergi antar komponen teknologi merupakan hal yang harus digali untuk mendapatkan output produksi yang lebih tinggi.
Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip yaitu: 1) PTT merupakan suatu pendekatan pengelolaansumberdaya tanaman, lahan dan air; 2) PTT meman-faatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memeperhatikan unsur keter-kaitan sinergis antar teknologi; 3) PTT memeperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani; dan 4) PTT bersifat partisipatif dimana petani terlibat secara langsung dalam memilih dan melakukan pengujian.
Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen teknologi yang diintroduksikan dalam pengembangan model PTT. Sistem tanam ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem tanam biasa (tegel), yaitu: 1) pada legowo 2:1, semua bagian rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir); 2) pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah; 3) terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi; dan 4) penggunaan pupuk lebih berdaya guna (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Keberhasilan pembangunan pertanian sangat diten-tukan oleh potensi sumberdaya lahan, ketepatan peng-gunaan dan cara pengelolaannya. Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005, menempatkan pertanian pada posisi strategis antara lain meningkatkan kesejahteraan petani dan pembangunan pedesaan melalui peningkatan produksi (BB Litbang SDL Pertanian, 2007).
Berdasarkan uraian di atas dilakukan kajian perbaikan teknologi budidaya padi melalui penggunaan varietas unggul dan sistem tanam jajar legowo dalam meningkatkan produktivitas padi mendukung ketahanan 


METODE PENELITIAN

Kegiatan dilakukan pada agroekosistem lahan sawah intensif di lokasi Prima Tani (Desa Waenetat) dan di luar lokasi Prima Tani (Desa Waelo), Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru pada MT. 2007, yaitu dari bulan Juni-Oktober 2007.
Kajian terhadap varietas dan sistem tanam jajar legowo di lokasi Prima Tani dilakukan pada areal seluas 4 ha, sedangkan di luar lokasi Prima Tani seluas 2 ha. Varietas yang ditanam pada lokasi Prima Tani adalah Ciherang, Cigeulis, Mekongga, dan Memberamo, sedangkan pada lokasi di luar Prima Tani adalah IR 66.
Pengolahan tanah pada lahan sawah adalah bajak 1-2 kali dan garu 2 kali dengan menggunakan hand traktor. Penanaman padi dilakukan dengan sistem tanam legowo 2:1 dan 4:1. Padi pada lokasi Prima Tani ditanam dengan sistem tapin (tanam pindah) 2:1, sedangkan pada lokasi di luar Prima Tani dengan sistem tabela (tanam benih langsung) 2:1 dan 4:1. Pada sistem tapin, umur bibit 20 hari dengan jumlah bibit sebanyak 2-3 batang per rumpun. Pupuk yang digunakan adalah urea 100 kg dan NPK Pelangi 300 kg ha-1. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan PHT. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai/rumpun, jumlah gabah isi/malai, persentase gabah hampa, dan hasil gabah. 


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kajian pada Lokasi Prima Tani
Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, persentase gabah hampa/malai, bobot 1.000 butir gabah, dan hasil gabah dari beberapa varietas unggul baru yang ditanam dengan sistem tanam pindah jajar legowo 2:1 (Tabel 1). Jumlah anakan produktif tertinggi diperoleh varietas Memberamo dan terendah pada varietas Cigeulis, sedangkan persentase gabah hampa tertinggi juga diperoleh pada varietas Memberamo dan terendah pada varietas Cigeulis.
Rata-rata hasil gabah dari varietas unggul yang ditanam dengan sistem legowo adalah 2:1 adalah 6,80 t GKP ha-1. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil rata-rata Kabupaten Buru, yaitu 3,53 t ha-1 (BPS Provinsi Maluku, 2007) atau hasil rata-rata petani (4,0 t ha-1) dengan menerapkan teknologi non PTT, yaitu penggunaan varietas tidak berlabel, pupuk belum berimbang dan sistem tanan tegel. Namun dari keempat varietas tersebut, Memberamo memberikan hasil gabah tertinggi dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Kemudian disusul oleh varietas Mekongga dan Cigeulis dan terendah varietas Ciherang.
Varietas unggul baru yang ditanam mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di dataran Waeapo, karena mampu memberikan hasil gabah yang berada pada kisaran rata-rata hasil varietas sesuai deskripsi, bahkan varietas Memberamo memberikan hasil yang lebih tinggi dari potensi hasil rata-rata. Deskripsi dari beberapa varietas unggul padi sawah disajikan pada Lampiran 1-5.

Hasil Kajian di Luar Lokasi Prima Tani
Rata-rata tinggi tanaman padi varietas IR66 dengan sistem tabela legowo adalah 90,43 cm, tidak berbeda dengan hasil deskripsi yaitu 90-99 cm (Suprihatno et al., 2007). Demikian juga jumlah anakan produktif per rumpun cukup tinggi yaitu rata-rata 27 anakan per rumpun (Tabel 2).
Sistem tabela legowo 4:1 rata-rata memberikan anakan produktif per rumpun lebih tinggi dari sistem tabela legowo 2:1 yaitu masing-masing 29 anakan (27-32 anakan) dan 25 anakan (23-29 anakan), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas (14-17 anakan).
Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan dan hasil gabah varietas unggul baru pada lokasi Prima Tani
Varietas
Tinggi tanaman (cm)
Jmlh anakan produktif per rumpun
Persentase gabah hampa per malai (%)
Bobot 1.000 butir (g)
Rata-rata hasilxx (ha-1)
Hasil gabahxxx)(t ha-1)
Memberamo
107
18
14
27
6,5
8,32
Mekongga
87
13
6
27
6,0
6,88
Ciherang
87
16
6
28
6,0
5,92
Cigeulis
87
12
3
26
5,0
6,08
Rata-rata
92
15
7
27
-
6,80
Keterangan:x Sistem tanam pindah, legowo 2:1   xx:potensi hasil rata-rata berdasarkan deskripsi (Suprihatno et al.,2007)  xx :konversi dari ukuran 2,5 x 2,5 m

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif per rumpun varietas IR66 sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Anakan Produktif per rumpun
I
II
III
Rataan
I
II
III
Rataan
4 : 1
88,87
90,67
90,33
89,96
28,0
27,0
32,0
29,0
2 : 1
87,33
92,67
92,67
90,89
23,0
29,0
23,0
25,0
Rataan
88.10
91,50

90,43
25,5
28,0
27,5
27,0

Panjang malai dan jumlah gabah per malai (gabah isi dan gabah hampa) dari sistem tanam legowo 2:1 dan 4:1 disajikan pada Tabel 3. Rata-rata panjang malai dari sistem tabela legowo 4 : 1 adalah 22 cm dan legowo 2 : 1 sebesar 23 cm dengan kisaran antara 20-25 cm. Rata-rata jumlah gabah isi per malai adalah 93 butir untuk legowo 4:1 dan 107 butir untuk legowo 2:1, sedangkan gabah hampa sebanyak 30 butir (24%) untuk legowo 4:1 dan 21 butir (16%) untuk legowo 2:1.
Sistem tabela legowo 2:1 mempunyai persentase gabah hampa lebih rendah, diduga karena pengaruh dari efek tanaman pinggiran (border effect) dimana tanaman pinggiran diharapkan semuanya produktif.
Bobot 1.000 butir dan hasil gabah yang diperoleh dari sistem tabela legowo disajikan pada Tabel 4. Rata-rata bobot 1.000 butir gabah sekitar 21,5 g (20-23 g), lebih rendah dari rata-rata bobot hasil deskripsi (25 g), sedangkan hasil gabah konversi hasil ubinan rata-rata 5,72 t Gabah Kering Giling ha-1 (4,80 – 6,56 t GKG ha-1). Sistem tabela logowo 2:1 rata-rata memberikan hasil gabah yang lebih tinggi (5,96 t GKG ha-1) dibandingkan tabela legowo 4 : 1 yaitu 5,47 t GKG ha-1. Hal ini diduga ada kaitannya dengan gabah hampa dimana sistem legowo 2 : 1 mempunyai persentase gabah hampa lebih rendah. Hal ini juga terkait dengan efek tanaman pinggiran yang diharapkan semuanya produktif sehingga memberikan hasil yang lebih tinggi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Hasil gabah varietas IR66 yang diperoleh dengan pendekatan PTT rata-rata di atas potensi hasil varietas tersebut yang dapat mencapai 5,5 t ha-1 GKG dengan hasil rata-rata sekitar 4,5 t ha-1 GKG (Suprihatno et al., 2007) atau rata-rata hasil yang diperoleh di Buru dan Maluku yaitu 3,53 t GKG ha-1 (BPS Provinsi Maluku, 2007) dan rata-rata hasil yang diperoleh petani (4 t GKG ha-1). Varietas IR66 mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya adalah tahan rebah, tahan hama dan penyakit, terutama wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3, tahan wereng hijau, tahan hawar daun bakteri, tahan tungro dan agak tahan blast. Selain itu mempunyai tekstur nasi pera sehingga disenangi petani dan para pekerja keras.
Sistem tanam jajar legowo memberikan pertum-buhan tanaman lebih baik dibandingkan dengan sistem tegel diduga karena pengaruh dari beberapa kelebihan yang dimiliki sistem tanam jajar legowo tersebut. Populasi tanaman per satuan luas untuk sistem tanam jajar legowo 4:1 lebih banyak dibandingkan sistem tanam tegel 20 × 20 cm. Dengan demikian, jumlah anakan per satuan luas juga akan lebih banyak pada sistem tanam jajar legowo 4:1.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2007), populasi tanaman model legowo 4:1 dengan jarak tanam (20 × 10 cm) × 40 cm adalah 36 rumpun per m2, sedangkan dengan sistem tegel 20 × 20 cm sebanyak 25 rumpun per m2. Hal ini akan berpengaruh terhadap populasi tanaman per satuan luas dan jumlah anakan produktif, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi tanaman. 


Tabel 3. Rata-rata panjang malai dan jumlah gabah/malai (gabah isi dan gabah hampa) varietas IR66 sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
Panjang malai (cm)
Jumlah Gabah isi per malai
Jumlah gabah hampa per malai
I
II
III
Rataan
I
II
III
Rataan
I
II
III
Rataan
4 : 1
24
23
20
22
100
101
77
93
26
22
43
30
2 : 1
22
25
23
23
140
92
90
107
17
13
32
21
Rataan
23,0
24,0
21,5
22,5
120,0
96,5
83,5
100,0
21,5
17,5
37,5
25,5

Tabel 4. Rata-rata bobot 1000 butir dan hasil gabah varietas IR66 sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
Bobot 1000 butir (g)
Hasil Gabah (t GKP ha-1)x
I
II
III
Rataan
I
II
III
Rataan
4 : 1
20
21
22
21
5,32
6,14
4,96
5,47
2 : 1
20
23
23
22
6,56
4,80
6,52
5,96
Rataan
20,0
22,0
22,5
21,5
5,94
5,47
5,74
5,72
Keterangan : * Konversi dari hasil ubinan 5 m × 5 m



Rata-rata hasil gabah yang diperoleh dengan inovasi teknologi PTT baik pada desa lokasi Prima Tani maupun di luar desa lokasi Prima Tani lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil yang diperoleh petani yang tidak menerapkan model PPT, yaitu rata-rata hanya 4,0 t GKG ha-1. Demikian juga jika diban-dingkan dengan rata-rata hasil gabah pada ketiga sentra produksi padi di Maluku, yaitu di Waeapo-Buru, Kairatu-SBB, dan Seram Utara-Maluku Tengah, yang rata-rata baru mencapai 3,00-3,60 t ha-1 (BPS Kab. Buru, 2007; BPS Kab. Seram Bagian Barat, 2007; BPS Kab. Maluku Tengah, 2007).
Hasil kajian varietas dan sistem tanam legowo pada lokasi Prima Tani dan di luar lokasi Prima Tani dengan penerapan model PTT sejalan dengan hasil kajian PTT di kabupaten Buru pada tahun 2004 dan 2005 dan kegiatan Gelar Teknologi di Seram Utara tahun 2006, yang juga memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi non PTT (Sirappa et al., 2004; Matitaputty et al., 2005; Susanto et al., 2005; Sirappa et al., 2006). Dengan demikian, inovasi teknologi PTT diharapkan dapat terus dikembangkan oleh petani lain di sekitar lokasi kegiatan dan di beberapa sentra produksi padi lain di Maluku dalam upaya mempercepat adopsi teknologi, disamping meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.


KESIMPULAN


Penerapan inovasi teknologi PTT melalui peng-gunaan varietas unggul baru dengan sistem tanam legowo 2:1 atau 4:1, baik tabela maupun tapin mampu memberikan hasil gabah yang cukup tinggi dibandingkan dengan teknologi yang diterapkan petani. Varietas unggul Memberamo, Mekongga, Cigeulis, Ciherang, dan IR66 yang ditanam dengan sistem legowo rata-rata memberikan hasil gabah lebih tinggi (5,5 – 8,3 t ha-1) dibandingkan dengan teknologi petani (non PTT) yang hanya sekitar 4 t ha-1. Perbaikan teknologi budidaya padi melalui penerapan inovasi PTT dengan penggunaan varietas unggul dan sistem tanam legowo mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di dataran Waeapo Kabupaten Buru dan di lokasi sentra produksi padi lainnya di Maluku dalam upaya meningkatkan produktivitas mendukung swasembada pangan.  


                                       DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Z., I. Sumono, & L.I. Mangestuti. 2000. Keragaan dan Analisis Sistem Usahatani Berbasis Padi (SUTPA) di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian 3: 59 - 67. BPTP Karangploso.

Badan Litbang Pertanian. 1998. Laporan Hasil Penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Teknologi untuk Pengembangan Sektor Pertanian dalam Pelita VII. Puslittanak, Bogor.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 40 Hal.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu Inovasi Sistem Produksi Padi Sawah Irigasi (Brosur). Balai Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.

BB Litbang SDL Pertanian. 2007. Panduan Umum Teknologi Pengelolaan Sumberdaya lahan Pertanian Mendukung Prima Tani. Badan Litbang Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 55 hal.

BPS Kab. Buru. 2007. Buru Dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Buru.

BPS Kab. Maluku Tengah 2007. Maluku Tengah Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku.

BPS Kab. Seram Bagian Barat. 2007. Buru Dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Seram Bagian Barat.

BPS Provinsi Maluku. 2007. Maluku Dalam Angka 2007. Biro Pusat Statistik Provinsi Maluku.

Makarim, A.K. & I. Las. 2005. Terobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi melalui Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Dalam Suprihatno et al. (Penyunting). Inovasi teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian. Hal. 115-127

Matitaputty, P.R., M.P. Sirappa, A.N. Susanto, A.J. Rieuwpassa, M.J. Titahena, E. D. Waas, I. Hidayah, & Ardin. 2005. Gelar Teknologi Sistem Usahatani Terpadu Pada Lahan Sawah Irigasi di Dataran Waeapo Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. BPTP Maluku bekerjasama Badan Litbang Pertanian.

Sirappa, M.P., A.J. Rieuwpassa, Y. Tolla, & E. D. Waas. 2006. Gelar Teknologi Beberapa varietas Unggul Baru Padi Sawah di Provinsi Maluku. Laporan Akhir Gelar Teknologi. Kerjasama Dinas Pertanian Provinsi Maluku dengan Balai Pengakjian Teknologi Pertanian Maluku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar