PENDAHULUAN
Permintaan terhadap beras sebagai makanan utama
sebagian besar penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun.
Menurut Swastika et al. (2000), proyeksi permintaan beras mengalami pening-katan dan pada tahun 2025 diperkirakan sampai 78 juta (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2002), dan defisit beras diperkirakan sebesar 13,50% per tahun apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan areal panen. Arifin et al. (2000) melaporkan bahwa jika tidak terdapat terobosan teknologi yang efisien dan efektif, maka keamanan pangan akan terganggu.
Menurut Swastika et al. (2000), proyeksi permintaan beras mengalami pening-katan dan pada tahun 2025 diperkirakan sampai 78 juta (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2002), dan defisit beras diperkirakan sebesar 13,50% per tahun apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan areal panen. Arifin et al. (2000) melaporkan bahwa jika tidak terdapat terobosan teknologi yang efisien dan efektif, maka keamanan pangan akan terganggu.
Lahan sawah merupakan andalan utama untuk menghasilkan
padi, sebagai komoditas utama pendukung ketahanan pangan. Fluktuasi yang
terjadi pada agroekosistem lahan sawah dalam aspek luas panen dan
produktivitas, berpengaruh langsung terhadap fluktuasi perpadian. Penurunan
produktivitas padi sawah per tahun selama periode 1993-2001 memperlihatkan diperlukan-nya
penataan teknologi produksi yang lebih baik. Badan Litbang Pertanian (1998)
melaporkan bahwa kontribusi terbesar dalam memenuhi permintaan beras melalui
peningkatan produktivitas, yaitu 56,80%.
Cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
produksi padi nasional secara berkelanjutan adalah meningkatkan produktivitas
melalui ketepatan pemilihan komponen teknologi dengan memperhatikan kondisi
lingkungan biotik, lingkungan abiotik serta pengelolaan lahan yang optimal oleh
petani termasuk pemanfaatan residu dan sumberdaya setempat yang ada (Makarim
& Las, 2005). Dalam upaya pencapaian target peningkatan produksi beras 2
juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5% per tahun hingga tahun
2009 adalah melalui penerapan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT)
padi sawah.
Menurut Suryana (2005), PTT merupakan pendekatan
inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani melalui penerapan komponen
teknologi yang memiliki efek sinergis dan mengedepankan partisipasi petani
sejak perencanaan sampai pada pengembangan. Pendekatan yang ditempuh dalam
penerapan komponen PTT bersifat: 1) partisipatif; 2) dinamis; 3) spesifik
lokasi; 4) keterpaduan; dan 5) sinergis antar komponen (Badan Litbang
Pertanian, 2007). Sinergi antar komponen teknologi merupakan hal yang harus
digali untuk mendapatkan output produksi yang lebih tinggi.
Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip yaitu: 1)
PTT merupakan suatu pendekatan pengelolaansumberdaya tanaman, lahan dan
air; 2) PTT meman-faatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan
diterapkan dengan memeperhatikan unsur keter-kaitan sinergis antar teknologi;
3) PTT memeperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun
sosial ekonomi petani; dan 4) PTT bersifat partisipatif dimana petani terlibat
secara langsung dalam memilih dan melakukan pengujian.
Budidaya
padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang
saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi
usahatani. Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen teknologi yang
diintroduksikan dalam pengembangan model PTT. Sistem tanam ini mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem tanam biasa (tegel), yaitu: 1)
pada legowo 2:1, semua bagian rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang
biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir); 2) pengendalian
hama, penyakit dan gulma lebih mudah; 3) terdapat ruang kosong untuk pengaturan
air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi; dan 4) penggunaan pupuk
lebih berdaya guna (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Keberhasilan
pembangunan pertanian sangat diten-tukan oleh potensi sumberdaya lahan,
ketepatan peng-gunaan dan cara pengelolaannya. Kebijakan Revitalisasi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005, menempatkan pertanian pada posisi
strategis antara lain meningkatkan kesejahteraan petani dan pembangunan
pedesaan melalui peningkatan produksi (BB Litbang SDL Pertanian, 2007).
Berdasarkan uraian
di atas dilakukan kajian perbaikan teknologi budidaya padi melalui penggunaan
varietas unggul dan sistem tanam jajar legowo dalam meningkatkan produktivitas
padi mendukung ketahanan
METODE
PENELITIAN
Kegiatan
dilakukan pada agroekosistem lahan sawah intensif di lokasi Prima Tani (Desa
Waenetat) dan di luar lokasi Prima Tani (Desa Waelo), Kecamatan Waeapo,
Kabupaten Buru pada MT. 2007, yaitu dari bulan Juni-Oktober 2007.
Kajian
terhadap varietas dan sistem tanam jajar legowo di lokasi Prima Tani dilakukan
pada areal seluas 4 ha, sedangkan di luar lokasi Prima Tani seluas 2 ha.
Varietas yang ditanam pada lokasi Prima Tani adalah Ciherang, Cigeulis,
Mekongga, dan Memberamo, sedangkan pada lokasi di luar Prima Tani adalah IR 66.
Pengolahan
tanah pada lahan sawah adalah bajak 1-2 kali dan garu 2 kali dengan menggunakan
hand traktor. Penanaman padi dilakukan dengan sistem tanam legowo 2:1 dan 4:1.
Padi pada lokasi Prima Tani ditanam dengan sistem tapin (tanam pindah) 2:1,
sedangkan pada lokasi di luar Prima Tani dengan sistem tabela (tanam benih
langsung) 2:1 dan 4:1. Pada sistem tapin, umur bibit 20 hari dengan jumlah
bibit sebanyak 2-3 batang per rumpun. Pupuk yang digunakan adalah urea 100 kg
dan NPK Pelangi 300 kg ha-1. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
berdasarkan PHT. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan
produktif, jumlah malai/rumpun, jumlah gabah isi/malai, persentase gabah hampa,
dan hasil gabah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Kajian
pada Lokasi Prima Tani
Rata-rata
tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, persentase gabah hampa/malai,
bobot 1.000 butir gabah, dan hasil gabah dari beberapa varietas unggul baru
yang ditanam dengan sistem tanam pindah jajar legowo 2:1 (Tabel 1). Jumlah
anakan produktif tertinggi diperoleh varietas Memberamo dan terendah pada
varietas Cigeulis, sedangkan persentase gabah hampa tertinggi juga diperoleh
pada varietas Memberamo dan terendah pada varietas Cigeulis.
Rata-rata
hasil gabah dari varietas unggul yang ditanam dengan sistem legowo adalah 2:1
adalah 6,80 t GKP ha-1. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
rata-rata Kabupaten Buru, yaitu 3,53 t ha-1 (BPS Provinsi Maluku, 2007) atau
hasil rata-rata petani (4,0 t ha-1) dengan menerapkan teknologi non PTT, yaitu
penggunaan varietas tidak berlabel, pupuk belum berimbang dan sistem tanan
tegel. Namun dari keempat varietas tersebut, Memberamo memberikan hasil gabah
tertinggi dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Kemudian disusul oleh
varietas Mekongga dan Cigeulis dan terendah varietas Ciherang.
Varietas
unggul baru yang ditanam mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
di dataran Waeapo, karena mampu memberikan hasil gabah yang berada pada kisaran
rata-rata hasil varietas sesuai deskripsi, bahkan varietas Memberamo memberikan
hasil yang lebih tinggi dari potensi hasil rata-rata. Deskripsi dari beberapa
varietas unggul padi sawah disajikan pada Lampiran 1-5.
Hasil Kajian di
Luar Lokasi Prima Tani
Rata-rata
tinggi tanaman padi varietas IR66 dengan sistem tabela legowo adalah 90,43 cm,
tidak berbeda dengan hasil deskripsi yaitu 90-99 cm (Suprihatno et al.,
2007). Demikian juga jumlah anakan produktif per rumpun cukup tinggi yaitu
rata-rata 27 anakan per rumpun (Tabel 2).
Sistem
tabela legowo 4:1 rata-rata memberikan anakan produktif per rumpun lebih tinggi
dari sistem tabela legowo 2:1 yaitu masing-masing 29 anakan (27-32 anakan) dan
25 anakan (23-29 anakan), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anakan
produktif berdasarkan deskripsi varietas (14-17 anakan).
Tabel
1.
Rata-rata pertumbuhan dan hasil gabah varietas unggul baru pada lokasi Prima
Tani
Varietas
|
Tinggi tanaman (cm)
|
Jmlh anakan produktif per rumpun
|
Persentase gabah hampa per malai
(%)
|
Bobot 1.000 butir (g)
|
Rata-rata hasilxx (ha-1)
|
Hasil gabahxxx)(t ha-1)
|
Memberamo
|
107
|
18
|
14
|
27
|
6,5
|
8,32
|
Mekongga
|
87
|
13
|
6
|
27
|
6,0
|
6,88
|
Ciherang
|
87
|
16
|
6
|
28
|
6,0
|
5,92
|
Cigeulis
|
87
|
12
|
3
|
26
|
5,0
|
6,08
|
Rata-rata
|
92
|
15
|
7
|
27
|
-
|
6,80
|
Keterangan:x Sistem
tanam pindah, legowo 2:1 xx:potensi
hasil rata-rata berdasarkan deskripsi (Suprihatno et al.,2007) xx :konversi dari ukuran 2,5 x 2,5
m
Tabel 2.
Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif per rumpun varietas IR66
sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
|
Tinggi Tanaman (cm)
|
Jumlah Anakan Produktif per rumpun
|
||||||
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
|
4
: 1
|
88,87
|
90,67
|
90,33
|
89,96
|
28,0
|
27,0
|
32,0
|
29,0
|
2
: 1
|
87,33
|
92,67
|
92,67
|
90,89
|
23,0
|
29,0
|
23,0
|
25,0
|
Rataan
|
88.10
|
91,50
|
90,43
|
25,5
|
28,0
|
27,5
|
27,0
|
Panjang
malai dan jumlah gabah per malai (gabah isi dan gabah hampa) dari sistem tanam
legowo 2:1 dan 4:1 disajikan pada Tabel 3. Rata-rata panjang malai dari sistem
tabela legowo 4 : 1 adalah 22 cm dan legowo 2 : 1 sebesar 23 cm dengan kisaran
antara 20-25 cm. Rata-rata jumlah gabah isi per malai adalah 93 butir untuk
legowo 4:1 dan 107 butir untuk legowo 2:1, sedangkan gabah hampa sebanyak 30
butir (24%) untuk legowo 4:1 dan 21 butir (16%) untuk legowo 2:1.
Sistem
tabela legowo 2:1 mempunyai persentase gabah hampa lebih rendah, diduga karena
pengaruh dari efek tanaman pinggiran (border effect) dimana tanaman
pinggiran diharapkan semuanya produktif.
Bobot
1.000 butir dan hasil gabah yang diperoleh dari sistem tabela legowo disajikan
pada Tabel 4. Rata-rata bobot 1.000 butir gabah sekitar 21,5 g (20-23 g), lebih
rendah dari rata-rata bobot hasil deskripsi (25 g), sedangkan hasil gabah
konversi hasil ubinan rata-rata 5,72 t Gabah Kering Giling ha-1 (4,80 – 6,56 t
GKG ha-1). Sistem tabela logowo 2:1 rata-rata memberikan hasil gabah yang lebih
tinggi (5,96 t GKG ha-1) dibandingkan tabela legowo 4 : 1 yaitu 5,47 t GKG
ha-1. Hal ini diduga ada kaitannya dengan gabah hampa dimana sistem legowo 2 :
1 mempunyai persentase gabah hampa lebih rendah. Hal ini juga terkait dengan
efek tanaman pinggiran yang diharapkan semuanya produktif sehingga memberikan
hasil yang lebih tinggi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Hasil
gabah varietas IR66 yang diperoleh dengan pendekatan PTT rata-rata di atas
potensi hasil varietas tersebut yang dapat mencapai 5,5 t ha-1 GKG dengan hasil
rata-rata sekitar 4,5 t ha-1 GKG (Suprihatno et al., 2007) atau
rata-rata hasil yang diperoleh di Buru dan Maluku yaitu 3,53 t GKG ha-1 (BPS
Provinsi Maluku, 2007) dan rata-rata hasil yang diperoleh petani (4 t GKG
ha-1). Varietas IR66 mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya adalah tahan
rebah, tahan hama dan penyakit, terutama wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3,
tahan wereng hijau, tahan hawar daun bakteri, tahan tungro dan agak tahan
blast. Selain itu mempunyai tekstur nasi pera sehingga disenangi petani dan
para pekerja keras.
Sistem
tanam jajar legowo memberikan pertum-buhan tanaman lebih baik dibandingkan
dengan sistem tegel diduga karena pengaruh dari beberapa kelebihan yang
dimiliki sistem tanam jajar legowo tersebut. Populasi tanaman per satuan luas
untuk sistem tanam jajar legowo 4:1 lebih banyak dibandingkan sistem tanam
tegel 20 × 20 cm. Dengan demikian, jumlah anakan per satuan luas juga akan
lebih banyak pada sistem tanam jajar legowo 4:1.
Menurut
Badan Litbang Pertanian (2007), populasi tanaman model legowo 4:1 dengan jarak
tanam (20 × 10 cm) × 40 cm adalah 36 rumpun per m2, sedangkan dengan sistem
tegel 20 × 20 cm sebanyak 25 rumpun per m2. Hal ini akan berpengaruh terhadap
populasi tanaman per satuan luas dan jumlah anakan produktif, dan pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Tabel 3. Rata-rata
panjang malai dan jumlah gabah/malai (gabah isi dan gabah hampa) varietas IR66
sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
|
Panjang malai (cm)
|
Jumlah Gabah isi per malai
|
Jumlah gabah hampa per malai
|
|||||||||
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
|
4 : 1
|
24
|
23
|
20
|
22
|
100
|
101
|
77
|
93
|
26
|
22
|
43
|
30
|
2 : 1
|
22
|
25
|
23
|
23
|
140
|
92
|
90
|
107
|
17
|
13
|
32
|
21
|
Rataan
|
23,0
|
24,0
|
21,5
|
22,5
|
120,0
|
96,5
|
83,5
|
100,0
|
21,5
|
17,5
|
37,5
|
25,5
|
Tabel 4. Rata-rata
bobot 1000 butir dan hasil gabah varietas IR66 sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1
di Desa Waelo, Kec. Waeapo, Kab. Buru, 2007
Sistem Tanam
|
Bobot 1000 butir (g)
|
Hasil Gabah (t GKP ha-1)x
|
||||||
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
I
|
II
|
III
|
Rataan
|
|
4 : 1
|
20
|
21
|
22
|
21
|
5,32
|
6,14
|
4,96
|
5,47
|
2 : 1
|
20
|
23
|
23
|
22
|
6,56
|
4,80
|
6,52
|
5,96
|
Rataan
|
20,0
|
22,0
|
22,5
|
21,5
|
5,94
|
5,47
|
5,74
|
5,72
|
Keterangan
: * Konversi dari hasil
ubinan 5 m × 5 m
Rata-rata
hasil gabah yang diperoleh dengan inovasi teknologi PTT baik pada desa lokasi
Prima Tani maupun di luar desa lokasi Prima Tani lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata hasil yang diperoleh petani yang tidak menerapkan model PPT,
yaitu rata-rata hanya 4,0 t GKG ha-1. Demikian juga jika diban-dingkan dengan
rata-rata hasil gabah pada ketiga sentra produksi padi di Maluku, yaitu di
Waeapo-Buru, Kairatu-SBB, dan Seram Utara-Maluku Tengah, yang rata-rata baru
mencapai 3,00-3,60 t ha-1 (BPS Kab. Buru, 2007; BPS Kab. Seram Bagian Barat,
2007; BPS Kab. Maluku Tengah, 2007).
Hasil
kajian varietas dan sistem tanam legowo pada lokasi Prima Tani dan di luar
lokasi Prima Tani dengan penerapan model PTT sejalan dengan hasil kajian PTT di
kabupaten Buru pada tahun 2004 dan 2005 dan kegiatan Gelar Teknologi di Seram
Utara tahun 2006, yang juga memberikan hasil gabah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan teknologi non PTT (Sirappa et al., 2004; Matitaputty
et al., 2005; Susanto et al., 2005; Sirappa et al., 2006).
Dengan demikian, inovasi teknologi PTT diharapkan dapat terus dikembangkan oleh
petani lain di sekitar lokasi kegiatan dan di beberapa sentra produksi padi
lain di Maluku dalam upaya mempercepat adopsi teknologi, disamping meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani.
KESIMPULAN
Penerapan
inovasi teknologi PTT melalui peng-gunaan varietas unggul baru dengan sistem
tanam legowo 2:1 atau 4:1, baik tabela maupun tapin mampu memberikan hasil
gabah yang cukup tinggi dibandingkan dengan teknologi yang diterapkan petani.
Varietas unggul Memberamo, Mekongga, Cigeulis, Ciherang, dan IR66 yang ditanam
dengan sistem legowo rata-rata memberikan hasil gabah lebih tinggi (5,5 – 8,3 t
ha-1) dibandingkan dengan teknologi petani (non PTT) yang hanya sekitar 4 t
ha-1. Perbaikan teknologi budidaya padi melalui penerapan inovasi PTT dengan
penggunaan varietas unggul dan sistem tanam legowo mempunyai prospek yang cukup
baik untuk dikembangkan di dataran Waeapo Kabupaten Buru dan di lokasi sentra
produksi padi lainnya di Maluku dalam upaya meningkatkan produktivitas
mendukung swasembada pangan.
Arifin, Z., I. Sumono, & L.I. Mangestuti. 2000. Keragaan dan
Analisis Sistem Usahatani Berbasis Padi (SUTPA) di Kecamatan Rejoso, Kabupaten
Pasuruan. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian 3: 59 - 67.
BPTP Karangploso.
Badan Litbang Pertanian. 1998. Laporan Hasil Penelitian Optimalisasi
Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Teknologi untuk Pengembangan Sektor Pertanian
dalam Pelita VII. Puslittanak, Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian. 40 Hal.
Balai
Penelitian Tanaman Padi. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu Inovasi Sistem
Produksi Padi Sawah Irigasi (Brosur). Balai Penelitian Tanaman Padi, Badan
Litbang Pertanian.
BB Litbang SDL Pertanian. 2007. Panduan Umum Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya lahan Pertanian Mendukung Prima Tani. Badan Litbang Pertanian. Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 55 hal.
BPS Kab. Buru. 2007. Buru Dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Buru.
BPS Kab. Maluku Tengah 2007. Maluku Tengah Dalam Angka 2007. Badan
Pusat Statistik Provinsi Maluku.
BPS Kab. Seram Bagian Barat. 2007. Buru Dalam Angka 2007. BPS
Kabupaten Seram Bagian Barat.
BPS Provinsi Maluku. 2007. Maluku Dalam Angka 2007. Biro Pusat
Statistik Provinsi Maluku.
Makarim, A.K. & I. Las. 2005. Terobosan Peningkatan Produktivitas
Padi Sawah Irigasi melalui Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan
Sumberdaya Terpadu (PTT). Dalam Suprihatno et al. (Penyunting).
Inovasi teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Puslitbangtan,
Badan Litbang Pertanian. Hal. 115-127
Matitaputty, P.R., M.P. Sirappa, A.N. Susanto, A.J. Rieuwpassa, M.J.
Titahena, E. D. Waas, I. Hidayah, & Ardin. 2005. Gelar Teknologi Sistem
Usahatani Terpadu Pada Lahan Sawah Irigasi di Dataran Waeapo Kabupaten Buru,
Provinsi Maluku. BPTP Maluku bekerjasama Badan Litbang Pertanian.
Sirappa, M.P., A.J. Rieuwpassa, Y. Tolla, & E. D. Waas. 2006.
Gelar Teknologi Beberapa varietas Unggul Baru Padi Sawah di Provinsi Maluku.
Laporan Akhir Gelar Teknologi. Kerjasama Dinas Pertanian Provinsi Maluku dengan
Balai Pengakjian Teknologi Pertanian Maluku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar